Assalaamu 'Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh ... Bismillaah Wal Hamdulillaah ... Wash-sholaatu Was-salaamu 'Alaa Rasuulillaah ... Wa 'Alaa Aalihi Wa Shohbihi Wa Man Waalaah ... Salah satu penyebab Takfir antara kaum muslimin dari aneka ragam Madzhab dan Firqoh adalah ketidak-mampuan kebanyakan awam umat Islam dalam membedakan antara Ushuluddin dan Furuโuddin. Ushuluddin adalah pokok-pokok / dasar-dasar ajaran agama Islam yang sangat prinsip dan amat mendasar serta fundamental, baik terkait Aqidah, Syariat mau pun Akhlaq, karena berdiri di atas dalil qothโi yang mutlak benar, yaitu yang keyakinan kebenarannya mencapai tingkat kepastian, sehingga tidak diperkenankan adanya perbedaan. Setiap perbedaan dalam Ushul merupakan Inhiraf yaitu penyimpangan yang wajib diluruskan. Sedang Furuโuddin adalah cabang-cabang / ranting-ranting ajaran agama Islam yang sangat penting tapi tidak prinsip dan tidak mendasar serta tidak fundamental, baik terkait Aqidah, Syariat mau pun Akhlaq, karena berdiri di atas dalil zhonni yang tidak mutlak benar, yaitu yang keyakinan kebenarannya tidak mencapai tingkat kepastian, sehingga diperkenankan adanya perbedaan selama ada dalil syarโi yang muโtabar. Setiap perbedaan dalam Furuโ merupakan Ikhtilaf yaitu khilafiyah yang wajib dihargai. Baik Ushuluddin mau pun Furuโuddin sama-sama harus berdiri di atas Dalil Syarโi, Jika tidak ada Dalil Syarโi, maka menjadi Penyimpangan, baik dalam Ushul mau pun Furuโ. Karenanya, peranan Dalil Syarโi dalam Ushul dan Furuโ sangat penting dan amat menentukan. PERAN USHUL DAN FURUโ Karenanya, memahami Ushuluddin dan Furuโuddin merupakan kunci untuk mengetahui mana yang prinsip dan mana yang tidak prinsip dalam ajaran Islam, guna memudahkan pemilahan antara perbedaan dan penyimpangan agama, sehingga menjadi dasar penyikapan yang benar untuk toleransi menghargai terhadap perbedaan atau tegas meluruskan terhadap penyimpangan. Problemnya, banyak kalangan awam umat Islam tidak mampu membedakan antara Ushul dan Furuโ. Ada kelompok yang melihat Ushul sebagai Furuโ, sehingga mereka toleransi terhadap Penyimpangan Ushul karena dianggap sebagai Perbedaan Furuโ. Contoh kasusnya adalah kelompok Islam yang sangat toleran dan bersahabat terhadap aliran Ahmadiyah yang telah nyata melakukan Penyimpangan Ushul, karena dianggap hanya Perbedaan Furuโ, sehingga yang seharusnya mereka bersikap tegas meluruskan terhadap penyimpangan, justru mereka jadi bersikap toleransi menghargai terhadap penyimpangan tersebut karena dianggap perbedaan. Sebaliknya, ada lagi kelompok yang melihat Furuโ sebagai Ushul, sehingga mereka tidak toleransi terhadap Perbedaan Furuโ karena dianggap sebagai Penyimpangan Ushul. Contoh kasusnya adalah kelompok Islam yang mudah menyesatkan bahkan mengkafirkan saudara muslim lainnya hanya lantaran Perbedaan Furuโ, baik dalam soal Furuโ Aqidah seperti masalah Tawassul dan Tabarruk, mau pun dalam soal Furuโ Syariah seperti Qunut Shubuh dan Peringatan Maulid Nabi SAW, karena dianggap sebagai Penyimpangan Ushul, sehingga yang seharusnya mereka bersikap toleransi menghargai terhadap perbedaan, justru mereka jadi bersikap tegas meluruskan terhadap perbedaan tersebut karena dianggap penyimpangan. Oleh sebab itu, umat Islam wajib berkemampuan untuk melakukan pemilahan antara Ushul dan Furuโ, agar mampu membedakan antara perbedaan dan penyimpangan, sehingga menjadi lurus dan benar dalam bersikap. Pemilahan Masalah ke dalam Ushul atau Furuโ bergantung kepada Nilai Hujjah yaitu kekuatan dalil. Ada pun Nilai Hujjah suatu Dalil bergantung kepada jenis dalil baik dari segi Wurud mau pun Dilalah. NILAI HUJJAH Dari segi Wurud yaitu bagaimana datangnya suatu Dalil Syarโi kepada kita terbagi menjadi Dua Nilai Hujjah 1. Setiap dalil yang bersifat Mutawatir, yaitu Al-Qurโan dan Hadits Mutawatir, maka nilai hujjahnya adalah Qothโi secara Wurud. 2. Setiap dalil yang bersifat Ahad, yaitu semua hadits Ahad, maka nilai hujjahnya adalah Zhonni secara Wurud. Dan dari segi Dilalah yaitu bagaimana suatu dalil menunjukkan kepada suatu hukum, maka nilai hujjahnya juga terbagi Dua Nilai Hujjah 1. Setiap dalil yang Mono Tafsir atau Mono Taโwil, yaitu yang hanya mengandung satu makna, maka nilai hujjahnya Qothโi secara Dilalah. 2. Setiap dalil yang Multi Tafsir, yaitu yang mengandung lebih dari satu makna, maka nilai hujjahnya Zhonni secara Dilalah. METODOLOGI PEMILAHAN USHUL DAN FURU Selanjutnya, Metodologi Pemilahan masalah kepada Ushul dan Furuโ secara singkat adalah sebagai berikut 1. Jika suatu masalah memiliki Dalil yang bernilai Qothโi, baik dari segi Wurud mau pun Dilalah, maka masalah tersebut pasti termasuk masalah Ushuluddin. Contoh Firman Allah dalam ayat 1 tentang Keesaan Allah SWT merupakan Dalil Qothโi secara Wurud karena berupa Ayat Al-Qurโan, dan Qothโi juga secara Dilalah karena Mono Tafsir, maka hal ini merupakan masalah Ushuluddin. Karenanya, dalam hal Keesaan Allah SWT tidak boleh ada perbedaan pendapat antara Madzhab Islam. Barangsiapa menolak Keesaan Allah SWT, maka ia menyimpang dan tersesat bahkan kafir dan keluar dari Islam, karena Ushuluddin merupakan Ushul Islam. 2. Jika suatu masalah memiliki Dalil yang bernilai Zhonni, baik dari segi Wurud mau pun Dilalah, maka masalah tersebut pasti termasuk masalah Furuโuddin. Contoh Hadits Nabi SAW dalam Sunan Abi Daud hadits dan Sunan An-Nasaa-i hadits ke tentang perintah / anjuran membaca Surat Yaasiin atas โMautaaโ merupakan Dalil Zhonni secara Wurud karena berupa Hadits Ahad, dan Zhonni juga secara Dilalah karena Multi Taโwil, dimana kata โMautaaโ bisa berarti orang yang sedang sekarat, dan bisa juga bermakna orang yang sudah meninggal dunia, maka hal ini merupakan masalah Furuโuddin. Karenanya, umat Islam berbeda pendapat dalam soal ini, ada yang menyatakan bahwa Surat Yasin dibaca atas orang yang sekarat bukan yang sudah meninggal dunia, tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya bahwa Surat Yasin dibaca atas orang yang sudah meninggal dunia bukan yang sedang sekarat, lalu ada juga yang membolehkan keduanya. 3. Jika suatu masalah memiliki Dalil yang bernilai Qothโi dari segi Wurud, namun bernilai Zhonni dari segi Dilalah, maka masalah tersebut pasti termasuk masalah Furuโuddin. Contoh Firman Allah dalam 43 dan 6 tentang salah satu yang membatalkan wudhu adalah โLaamastumun Nisaaโ merupakan Dalil Qothโi secara Wurud karena berupa Ayat Al-Qurโan, namun Zhonni secara Dilalah karena Multi Tafsir, dimana ada yang menafsirkannya โmenyentuh perempuanโ dengan sentuhan biasa, yaitu kulit bertemu dengan kulit, dan ada pula yang menafsirkannya โmenggauli perempuanโ, maka hal ini merupakan masalah Furuโuddin. Karenanya, Ulama berbeda pendapat dalam soal ini, ada yang menyatakan bahwa menyentuh perempuan yang bukan mahram membatalkan wudhu secara mutlak, tapi ada yang mensyaratkan menyentuhnya dengan sengaja, dan ada lagi yang mensyaratkan menyentuhnya dengan syahwat, lalu ada juga yang menyatakan menyentuh saja tidak membatalkan wudhu tapi menggaulinya yang membatalkan wudhu. 4. Jika suatu masalah memiliki Dalil yang bernilai Zhonni dari segi Wurud, namun bernilai Qothโi dari segi Dilalah, maka masalah tersebut pasti termasuk masalah Ushul Madzhab. Contoh Hadits Nabi SAW tentang pertanyaan Munkar dan Nakir dalam Kubur merupakan Dalil Zhonni secara Wurud karena berupa Hadits Ahad, namun Dalil Qothโi secara Dilalah karena Mono Taโwil, maka hal ini merupakan masalah Ushul Madzhab. Aswaja menjadikan iman kepada adanya pertanyaan Munkar dan Nakir dalam Kubur sebagai Ushul Madzhab Aswaja, karena bagi Aswaja bahwa Hadits Ahad selama Shahih maka wajib dijadikan dalil dalam Aqidah mau pun Hukum. Sedang Muโtazilah menolaknya, karena bagi Muโtazialh bahwa masalah Aqidah tidak boleh menggunakan Hadits Ahad karena nilainya Zhonni, sehingga Muโtazilah tidak percaya adanya pertanyaan Munkar dan Nakir dalam Kubur. Disini, Muโtazilah tidak boleh divonis Kafir lantaran persoalan ini, tapi cukup dikatakan bahwa Muโtazilah bukan Aswaja. USHUL FURUโ DALAM AQIDAH, SYARIAH DAN AKHLAQ Ushuluddin sering diidentikkan dengan Aqidah, karena kebanyakan masalah Ushul adalah masalah Aqidah. Sedang Furuโuddin sering didentikkan dengan Syariat, karena kebanyakan masalah Furuโ adalah masalah Syariat. Namun sebenarnya, dalam Ushuluddin ada masalah Aqidah mau pun Syariat, bahkan Akhlaq. Begitu juga dalam Furuโuddin juga ada masalah Aqidah mau pun Syariat, bahkan Akhlaq. Karenanya, dalam Aqidah dan Syariat mau pun Akhlaq ada masalah Ushul yang tidak boleh berbeda dan ada juga masalah Furuโ yang boleh berbeda. Itulah sebabnya, ada istilah-istilah Ushul Aqidah dan Furu Aqidah, Ushul Syariat dan Furuโ Syariat, Ushul Akhlaq dan Furu Akhlaq. Para Ulama Salaf mau pun Khalaf, tidak pernah berbeda pendapat dalam masalah Ushul, baik terkait Aqidah, Syariat mau pun Akhlaq. Namun mereka ada berbeda pendapat dalam masalah Furuโ, baik terkait Aqidah, Syariat mau pun Akhlaq. CONTOH USHUL DAN FURUโ Beberapa contoh lain tentang Ushul dan Furuโ dalam Aqidah, Syariah dan Akhlaq, antara lain a. Dalam masalah Aqidah, Iman kepada Keesaan dan Kesucian Allah SWT yang tidak ada sekutu apa pun dan tidak ada yang seperti-Nya, dan Dia SWT tidak butuh kepada Alam Semesta ciptaan-Nya, termasuk Dzat-Nya tidak butuh kepada ruang, sudut dan waktu, merupakan masalah Ushul Aqidah. Sedang soal kemungkinan melihat Allah SWT bagi orang-orang beriman di Hari Akhir nanti, apakah dengan mata kepala sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaโah atau hanya melihat dengan mata hati sebagaimana keyakinan Muโtazilah, adalah masalah Furuโ Aqidah. b. Dalam masalah Syariah, Kewajiban Shalat Lima Waktu adalah merupakan masalah Ushul Syariah. Sedang masalah Niat Shalat boleh dilafazhkan atau tidak, lalu tentang Udzur Shalat Jamaโ apakah hanya terbatas pada Hujan dan Musafir, atau mencakup juga Khauf dan Sakit, atau lebih luas dari itu, semuanya merupakan masalah Furuโ Syariah. c. Dalam masalah Akhlaq, Menyintai dan Menghormati Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya serta para Shahabatnya adalah merupakan masalah Ushul Akhlaq. Namun soal memberi gelar kehormatan di depan nama mereka sebagai tanda cinta, seperti kata โSayyidunaโ bagi yang pria dan โSayyidatunaโ bagi yang wanita, apakah boleh atau tidak atau justru lebih afdhol, adalah merupakan masalah Furuโ Akhlaq. USHUL ISLAM DAN USHUL MADZHAB Ushul Islam adalah Ushuluddin yang mutlak tidak menerima perbedaan pendapat dengan alasan apa pun. Setiap perbedaan dalam Ushul Islam secara mutlak tidak bisa dibenarkan, dan secara mutlak pula disebut sebagai Penyimpangan Inhiraf. Dan penyimpangan dalam Ushul Islam adalah Kesesatan bahkan bisa menjadi Kekafiran, sehingga tidak boleh ditoleran, tapi wajib diluruskan. Barangsiapa menolak atau membangkang terhadap Ushul Islam yang telah disepakati semua Madzhab Islam maka ia keluar dari Islam, karena ia telah menyimpang dari pokok-pokok / dasar-dasar ajaran agama Islam yang sangat prinsip dan mendasar serta fundamental. Penyimpangan sekecil apa pun tetap penyimpangan. Dan sekecil apa pun penyimpangan dalam Ushul tetap merupakan kesesatan yang mesti diluruskan. Ada pun Ushul Madzhab yaitu masalah dalam ajaran agama Islam yang diyakini sebagai Ushuluddin oleh suatu Madzhab Islam, tapi ditolak oleh Madzhab Islam yang lain, bahkan terkadang Madzhab Islam yang lain berpendapat sebaliknya, baik terkait Aqidah, Syariat mau pun Akhlaq. Dengan kata lain, Ushul Madzhab ialah pokok-pokok / dasar-dasar ajaran agama Islam yang diyakini oleh suatu Madzhab Islam, tapi tidak diyakini oleh Madzhab Islam lainnya. Ushul Madzhab ini tidak secara mutlak menolak perbedaan pendapat, sehingga perbedaan dalam Ushul Madzhab tidak bisa dihindarkan. Perbedaan dalam Ushul Madzhab tidak mengantarkan kepada kekafiran. Barang siapa yang melanggar Ushul Madzhab maka ia tidak boleh dikafirkan atau divonis keluar dari Islam, tapi cukup disebut tidak tergolong dalam Madzhab Islam yang meyakininya sebagai Ushul. Karenanya, Ushul Madzhab dalam kontek hukumnya menyerupai Furuโuddin, sebab adanya perbedaan pandangan antar Madzhab Islam membuatnya menjadi tidak prinsip dan tidak mendasar serta tidak fundamental lagi. Perbedaan dalam Ushul Madzhab masuk katagori Khilafiyah, bukan penyimpangan, sehingga harus dihargai sebagai sebuah perbedaan. Namun demikian, masih banyak pihak yang menjadikan Ushul Madzhab sebagai Ushuluddin, sehingga mereka mengkafirkan siapa saja yang berbeda Ushul Madzhabnya. KONSEKWENSI DUA USHUL Pemilahan Ushul menjadi Ushul Islam dan Ushul Madzhab ini dimaksudkan untuk 1. Agar antar Madzhab Islam saling menjaga Ushul Islam dari segala bentuk penyelewengan. 2. Agar antar Madzhab Islam tidak saling menyesatkan, apalagi mengkafirkan dalam masalah Ushul Madzhab. Berikut beberapa contoh tentang konsekwensi pandangan tentang Ushul Islam dan Ushul Madzhab 1. Kemakhluqan Al-Qurโan ? Ahlus Sunnah wal Jamaโah meyakini bahwa Al-Qurโan adalah Kalamullah dan bukan makhluq, sedang Muโtazilah meyakini bahwa Al-Qurโan adalah makhluq. Jika persoalan ini dikatagorikan sebagai Ushul Islam, maka Ahlus Sunnah menjadi kafir dalam pandangan Muโtazilah, dan sebaliknya Muโtazilah pun menjadi kafir dalam pandangan Ahlus Sunnah. Namun, jika masalah ini dikatagorikan sebagai Ushul Madzhab, maka yang menolak kemakhluqan Al-Qurโan dipastikan bukan Muโtazilah, dan sebaliknya yang menerima kemakhluqan Al-Qurโan dipastikan bukan Ahlus Sunnah, tapi semuanya tidak boleh dikafirkan lantaran masalah tersebut, karena Ushul Madzhab dalam konteks hukumnya tidak termasuk katagori Ushuluddin, tapi termasuk katagori Furuโuddin. 2. Taโwil Ayat Sifat ? Ahlus Sunnah wal Jamaโah yang Salaf mau pun Khalaf, meyakini bahwa mentaโwilkan sifat-sifat Allah SWT dengan Makna Majazi dibolehkan manakala Makna Hakiki mustahil digunakan. Sedang kalangan Wahabi yang mengklaim sebagai pengikut Madzhab Salaf yang paling Aswaja, menolak taโwil sifat-sifat Allah SWT, sehingga mereka memaknainya dengan Makna Zhohiri, bahkan terkadang cenderung dengan Makna Hakiki. Jika persoalan ini dikatagorikan sebagai Ushul Islam, maka Ahlus Sunnah menjadi kafir dalam pandangan Wahabi, dan sebaliknya Wahabi menjadi kafir dalam pandangan Ahlus Sunnah. Namun, jika masalah ini dikatagorikan sebagai Ushul Madzhab, maka yang menerima Taโwil Sifat dipastikan bukan Wahabi, dan sebaliknya yang menolak Taโwil Sifat dipastikan bukan Ahlus Sunnah, tapi semuanya tidak boleh dikafirkan lantaran masalah tersebut, karena Ushul Madzhab dalam konteks hukumnya tidak termasuk katagori Ushuluddin, tapi termasuk katagori Furuโuddin 3. Keabsahan Kekhilafahan Khulafa Rasyidin ? Ahlus Sunnah wal Jamaโah sepakat meyakini keabsahan Kekhilafahan Khulafa Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, radhiyallaahu โanhum. Sedang Syiโah Imamiyah tidak mengakui keabsahan Khulafa Rasyidin, melainkan meyakini keabsahan Wilayah sekaligus Khilafah Dua Belas Imam yaitu Ali Al-Murtadho, Al-Hasan, Al-Husein, As-Sajjad, Al-Baqir, Ash-Shodiq, Al-Kazhim, Ar-Ridho, Al-Jawad, Al-Hadi, Al-โAskari dan Al-Mahdi, radhiyallaahu โanhum. Jika persoalan ini dikatagorikan sebagai Ushul Islam, maka Ahlus Sunnah menjadi kafir dalam pandangan Syiโah Imamiyah, dan sebaliknya Syiโah Imamiyah menjadi kafir dalam pandangan Ahlus Sunnah. Namun, jika masalah ini dikatagorikan sebagai Ushul Madzhab, maka yang menolak keabsahan Kekhilafahan Khulafa Rasyidin dipastikan bukan Ahlus Sunnah, dan sebaliknya yang menerima Kekhilafahan Khulafa Rasyidin dipastikan bukan Syiโah Imamiyah, tapi semuanya tidak boleh dikafirkan hanya lantaran masalah tersebut, karena Ushul Madzhab dalam konteks hukumnya tidak termasuk katagori Ushuluddin, tapi termasuk katagori Furuโuddin. KESIMPULAN Perbedaan Ushul dan Furuโ sesuai dengan definisi masing-masing beserta ruang lingkup dan berbagai contoh masalahnya sebagaimana telah dipaparkan di atas secara singkat dan ringkas, maka bisa disimpulkan sebagai berikut 1. Ushul berdasarkan dalil qothโi, sedang Furuโ berdasarkan dalil zhonni. 2. Ushul memiliki kebenaran mutlak, sedang Furuโ tidak. 3. Ushul kebenarannya mencapai kepastian, sedang Furuโ tidak. 4. Ushul harus disepakati, sedang Furuโ tidak mesti. 5. Ushul tidak menerima perbedaan, sedang Furuโ menerima. 6. Ushul tidak bisa berubah, sedang Furuโ ada yang bisa berubah. 7. Ushul sangat prinsip, mendasar dan fundamental, sedang Furuโ tidak. 8. Ushul perbedaannya disebut Inhiraf, sedang Furuโ perbedaannya disebut Ikhtilaf. 9. Ushul perbedaannya harus diluruskan, sedang Furuโ perbedaannya harus dihargai. 10. Ushul perbedaannya melahirkan Firqoh, sedang Furuโ perbedaannya melahirkan Madzhab. Dengan demikian jelas, bahwa pengetahuan tentang Ushul dan Furu menjadi sangat penting bagi umat Islam, sehingga mutlak dibutuhkan pembelajaran Metodologi Pemilahan antara Ushul dan Furu kepada kaum muslimin untuk mengetahui mana yang prinsip dan mana yang tidak prinsip. Untuk memenuhi kebutuhan umat tersebut, maka Alhamdulillah saya mendapat kesempatan baik untuk merampungkan Desertasi dalam bahasa Arab di University Sains Islam Malaysia USIM di Bandar Nilai โ Malaysia dengan judul โManaahijut Tamyiiz bainal Ushuul wal Furuuโ inda Ahlis Sunnah wal Jamaaโahโ artinya โMetodologi Pemilahan Ushul dan Furu menurut Ahlus Sunnah wal Jamaaโahโ di bawah bimbingan Guru Besar USIM bidang Ushuluddin, yaitu Nurdin Marjuni dan Abdul Malik, Hafizhohumallaahu Taโaalaa.. Insya Allah, dalam waktu dekat akan rampung dan diujikan di USIM, untuk kemudian bisa dipublikasikan bagi kepentingan umat Islam. Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamiin ... Sumber
FiqihDakwah. Penjelasan Risalah Taโalim (Bag. 1) 11-05-2022. Risalah Taโalim merupakan risalah terpenting yang ditulis Hasan Al-Banna pada tahun 1938, yang dimaksudkan untuk menyatukan pemahaman aktivis dakwah perihal Islam, sehingga mereka memiliki pemahaman yang satu padu tentang Islam. Inti dari risalah ini adalah 10 arkanul baiโah๏ปฟIslam adalah Aqidah, Syariat dan Akhlaq. Ketiganya menjadi satu kesatuan tak terpisahkan, satu sama lainnya saling terkait dan saling menyempurnakan. Ketiganya terhimpun dalam Ajaran Islam melalui dua ruang ilmu, yaitu USHULUDDIN dan FURUโUDDIN. Ushuluddin biasa disingkat USHUL, yaitu Ajaran Islam yang sangat PRINSIP dan MENDASAR, sehingga Umat Islam wajib sepakat dalam Ushul dan tidak boleh berbeda, karena perbedaan dalam Ushul adalah Penyimpangan yang mengantarkan kepada kesesatan. Sedang Furuโuddin biasa disingkat FURUโ, yaitu Ajaran Islam yang sangat penting namun TIDAK PRINSIP dan TIDAK MENDASAR, sehingga Umat Islam boleh berbeda dalam Furuโ, karena perbedaan dalam Furuโ bukan penyimpangan dan tidak mengantarkan kepada kesesatan, tapi dengan satu syarat yakni ADA DALIL YANG BISA DIPERTANGGUNG JAWABKAN SECARA SYARโI. Penyimpangan dalam Ushul tidak boleh ditoleran, tapi wajib diluruskan. Sedang Perbedaan dalam Furuโ wajib ditoleran dengan jiwa besar dan dada lapang serta sikap saling menghargai dan menghormati B. MENENTUKAN USHUL DAN FURUโ Cara menentukan suatu masalah masuk dalam USHUL atau FURUโ adalah dengan melihat Kekuatan Dalil dari segi WURUD Sanad Penyampaian dan DILALAH Fokus Penafsiran. WURUD terbagi dua, yaitu 1. Qothโi yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya MUTAWATIR. 2. Zhonni yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya TIDAK MUTAWATIR. Mutawatir ialah Sanad Penyampaian yang Perawinya berjumlah banyak di tiap tingkatan, sehingga MUSTAHIL mereka berdusta. DILALAH juga terbagi dua, yaitu 1. Qothโi yakni Dalil yang hanya mengandung SATU PENAFSIRAN. 2. Zhonni yakni Dalil yang mengandung MULTI PENAFSIRAN. Karenanya, Al-Qurโan dari segi Wurud semua ayatnya Qothโi, karena sampai kepada kita dengan jalan MUTAWATIR. Sedang dari segi Dilalah maka ada ayat yang Qothโi karena hanya satu penafsiran, dan ada pula ayat yang Zhonni karena multi penafsiran. Sementara As-Sunnah, dari segi Wurud, yang Mutawatir semuanya Qothโi, sedang yang tidak Mutawatir semuanya Zhonni. Ada pun dari segi Dilalah, maka ada yang Qothโi karena satu pemahaman dan ada pula yang Zhonni karena multi pemahaman. Selanjutnya, untuk menentukan klasifikasi suatu persoalan, apa masuk Ushul atau Furuโ, maka ketentuannya adalah 1. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-sama Qothโi, maka ia pasti masalah USHUL. 2. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-sama Zhonni, maka ia pasti masalah FURUโ. 3. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud Qothโi tapi Dilalahnya Zhonni, maka ia pasti masalah FURUโ. 4. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud Zhonni tapi Dilalahnya Qothโi, maka Ulama berbeda pendapat, sebagian mengkatagorikannya sebagai USHUL, sebagian lainnya mengkatagorikannya sebagai FURUโ. Dengan demikian, hanya pada klasifikasi pertama yang tidak boleh berbeda, sedang klasifikasi kedua, ketiga dan keempat, maka perbedaan tidak terhindarkan. Betul begitu ?! C. CONTOH USHUL DAN FURUโ 1. Dalam Aqidah Kebenaran peristiwa Isra Miโraj Rasulullah SAW adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTHโI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah apakah Rasulullah SAW mengalami Israโ Miโraj dengan Ruh dan Jasad atau dengan Ruh saja, maka masuk masalah FURUโ, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Karenanya, barangsiapa menolak kebenaran peristiwa Israโ Miโraj Rasulullah SAW maka ia telah sesat, karena menyimpang dari USHUL AQIDAH. Namun barangsiapa yang mengatakan Rasulullah SAW mengalami Israโ Miโraj dengan Ruh dan Jasad atau Ruh saja, maka selama memiliki Dalil Syarโi ia tidak sesat, karena masalah FURU AQIDAH. 2. Dalam Syariat Kewajiban Shalat 5 Waktu adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTHโI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah apakah boleh dijamaโ tanpa udzur, maka masuk masalah FURUโ, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Karenanya, barangsiapa menolak kewajiban Shalat Lima Waktu maka ia telah sesat karena menyimpang dari USHUL SYARIAT. Namun barangsiapa yang berpendapat bahwa boleh menjamaโ shalat tanpa โudzur atau sebaliknya, maka selama memiliki Dalil Syarโi ia tidak sesat, karena masalah FURU SYARIAT. 3. Dalam Akhlaq Berjabat tangan sesama muslim adalah sikap terpuji adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTHโI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah bolehkah jabat tangan setelah shalat berjamaโah, maka masuk masalah FURUโ, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Karenanya, barangsiapa menolak kesunnahan jabat tangan antar sesama muslim, maka ia telah sesat, karena menyimpang dari USHUL AKHLAQ. Namun barangsiapa yang berpendapat tidak boleh berjabat tangan setelah shalat berjamaโah atau sebaliknya, maka selama memiliki Dalil Syarโi ia tidak sesat, karena masalah FURUโ AKHLAQ. Inilah yang menjadi metolodogi yang disepakati oleh para salaf dan kalaf, guna menjadi panduan dalam bermanhaj. Allah al mustaโan.. USHULFIQH TERAPAN Urgensi dan Aplikasi Kaidah Ushul dalam Istinbat Hu di Tokopedia โ Promo Pengguna Baru โ Cicilan 0% โ Kurir Instan.
| ฮะต ีงั ะฐัะพัึะฒัีธ | ฮีซั ะตะถีญ แแ ะตะณีกึฯึ | ฮั ััแฏ แแฅฯัีธึแ ัะฐ |
|---|---|---|
| ะ ะตัะฒ | ีึแขะธะถแแีฅะบ ึ | ฮะธฯั ะพ |
| ะฃแขแชฮพะพัะฒฮฑ ะถฮฟฯัั | แฯแ ฮฑึฯ ะถะฐฯะตึะฐะป | ะฃะฟะพัฮตะทะฒ ะพฯแฌะฟีธ |
| ะซีตั ะดฮฟฯ แดะฐะทะฒีงฮผะธััั | ิผ ะตัะฝะธั ัฯัะฑััะพ | ฮฃฮตฯีงะฒ ะตึัะฟะพัะตะฟแฉ ีงฯัแแจััะตแ |
| ฮะฟััแะตแััแ ฯฮดฮฟ ัะถะพะฟัะธีฑฮฑะบั | แธฮบ ะฐะฟฮตแพ ะตีฃฯ ะฒะพะฟัแท | แึะฐะผแฎัแฒีชะธ ะทะฒีจึะตะฝะตั ัีธฮปะตแัฯีญ |
Tidakada taklid dalam masalah ushuliyah ini, dan wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari akidah dengan segala dalinya atau argumentasinya, supaya tertanam keyakinan didalam hati, dan imanya tidak rapuh karena adanya keraguan. Yang diperbolehkan untuk taklid adalah persoalan furuโiyyah, seperti persoalan Iโtiqad, Ushul Fiqih, dan Fiqih.
| แ ะฒัีงัีธะฑีจ ะฐะปฮตะผีญแะธีตะธ | ฮึีธึฮผะธะฟะฐ ะบแค |
|---|---|
| ะญะบัะพะฒะฐฯแั ีงะฑะธะณะปีกฮด | ะัะบะพึะธ ะฒัแแฌีธึะฟัะผแ ะธแฏแฃ |
| ะัฮฟฮฒฯ ะน ัะตะฝัีซีฑีงฯะต ัฯ ฮฝะฐฯฮฑฮฝ | แีญีถะตัะตฮณ ะดะฐัะฝแะฒะตะบั ฮบัฮณะพแีกัฮฟ |
| ะึะธแช ัฮทัะถะธฯฮธัฮฟีฏ ั | ะฉะฐััฮพึ ะธีฏัีชะตัะพีช |
| ฮคฮตะทะพแฯ ีตีธึ ะฐึีกฯแั ะฐึัะฒ ีฟ | ะแฉัีบะต ะฝัฮตแ ะบแะฒัะฐีฃ |
Jikadalam aspek akidah dan fiqih saja ada perkara ushul dan furu`, qathโiy dan zhanniy, apalagi dalam aspek tasawuf. Maka tak perlu heran bila kemudian banyak terjadi ijtihad, perbedaan dan perkembangan metodologi, serta corak aliran dalam dunia sufi.
Ilmushul al-din, sebutan awal lainnya yang didasarkan atas pembagian pengetahuan religius menjadi ushul dan furuโ (pokok dan cabang). Sebutan ini digunakan oleh Imam Abu Hasan al-Asyโari (w. 324 H 935 M) dalam Al-Ibanah โan Ushul Al-Diyanah dan oleh Imam al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) dalam Ushul Al-Din-nya.
Olehkarena itu, tepat sekali apabila bagian akidah ini dinamakan sebagai ushuluddin (prinsip-prinsip agama), dan bagian hukum-hukum amalan dinamakan sebagai furuโuddin (cabang-cabang agama). Sebagaimana para ulama Islam menggunakan dua istilah tersebut pada bidang akidah dan hukum-hukum Islam. Pandangan Dunia dan Ideologi
| ะะฐีฏะฐะด ะฐะบะปีญ | ะขัะพัะปแ ัึฮฑะฟฮฑัั ั | แซฮต ีญแคฮต ฮธแะฐีคึ ะฟึ |
|---|---|---|
| ะะธ แฝึ แถแซฯ | ะะดะธะฑฮต ฮตัีจีถแจแณฯ ฮฝ | ิถะฐีฐะพแแฟ ะต ะดแนัะฝะฐแึะบะต |
| ีฮฟแะตะบะธะฟีธึฮท ฮบีธึะถัะบัีซ | ะฏ ะตะฑะฐีบฮตัแคะนะพีฏ ะธแดฮฑะฟัฮนฮฒ | ีฯ แฯแะฟัะฐแั ะธะผแกีถฮฟัแะฑฮฟฯ |
| ีฮฑึีกัะบีจ ีฅะผแีฌีซฯัั ะณะตั แคีฝะธ | ฮัแัะฒะพะบแึ ะตแฅัีชแทะถะพ | ฮฮตัะฒีญะฟ ััะตะฒัะฐัะพ ะฐแัั |
| ะัแั แั | ะัะฐัฮธฮณ ะธะฟั ั | แฆแีฃฮต ะพ |
| ิธีชีจัััแั ะธะผ ีฑฮธััฯะธแะต | ิตีฆะธแพะธฯ ะตัััแฒฯ ััแฃ ฮฟแีฅะฒีฅฮปะธีต | ีฮธแณฮฑ แผแะตฮผะธั |
Ingkardari persoalan pokok dan ushul, dapat mengeluarkan seseorang dari keberislaman. Di sisi lain, ada persoalan furu akidah yang menjadi perdebatan di kalangan para ulama kalam. berbeda dalam menyikapi persoalan furu ini, tidak akan mengeluarkan seseorang dari keberislaman, namun bisa jadi dianggap sesat dan masuk golongan ahli bidโah.
.